Cari Blog Sos-Ant

Jumat, 06 Mei 2011

Pesisir Kebumen

REPUBLIKA.CO.ID, KEBUMEN-- Kawasan Urut Sewu di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, selama ini menjadi lokasi andalan bagi latihan militer prajurit TNI Angkatan Darat Kodam IV/Diponegoro.
Wilayah Urut Sewu yang membentang di tiga kecamatan, yakni Bulus Pesantren, Ambal, dan Mirit ini merupakan satu-satunya tempat latihan militer di Jawa Tengah untuk uji coba senjata jarak jauh seperti meriam kaliber 105 dengan jangkauan tembakan mencapai 17 kilometer.
Selama ini pihak TNI Angkatan Darat tidak mendapat kendala dalam memanfaatkan tanah negara tersebut untuk latihan militer. Masyarakat sekitar juga menyambut baik keberadaan tempat latihan militer tersebut.
Namun, dalam dua tahun terakhir keberadaan tempat latihan militer yang dikelola Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI Angkatan Darat tersebut terusik oleh klaim lahan warga Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen.
Masyarakat yang tergabung dalam Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) beberapa kali melakukan protes terhadap keberadaan kawasan latihan militer itu. Mereka menuntut sebagian lahan yang digunakan untuk latihan militer itu dikembalikan kepada warga karena mereka merasa memiliki tanah tersebut.
Pada Senin (11/4) warga Setrojenar melakukan unjuk rasa di sekitar Markas Dislitbang TNI AD di utara Pantai Bocor Kebumen tersebut, namun suasana tegang saat itu tidak menimbulkan gejolak yang cukup besar. Namun, pada Sabtu (16/4) siang kesabaran personel TNI AD tidak bisa terkendali. Mereka melepaskan tembakan dengan peluru karet kepada kerumunan massa di Jalan Diponegoro yang menjadi akses masuk menuju Markas Balitbang TNI AD sehingga menimbulkan sejumlah korban terluka.
Tindakan personel TNI AD tersebut dilakukan dengan klaim setelah mengetahui massa merusak gapura, memblokir Jalan Diponegoro dengan membentangkan sejumlah batang kayu, merusak palang pintu pengaman Dislitbang dan membakar gudang amunisi.
Bentrok antara personel TNI AD dengan warga tersebut mengakibatkan 13 orang terluka. Sembilan korban terpaksa harus menjalani perawatan di Rumah sakit Umum Daerah Kebumen karena mengalami luka cukup serius, empat korban di antaranya luka tembak peluru karet.
Selain warga, bentrok tersebut juga mengakibatkan seorang prajurit TNI, Praka Ridwan luka terkena sabetan benda tajam di bagian kaki, namun dia tidak perlu menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Seorang korban, Aris Wahyudi menuturkan, kejadian bermula saat warga usai melakukan ziarah di tempat makam anak yang menjadi korban bom bekas latihan militer pada 22 Maret 1997. Kemudian warga membenahi barikade di Jalan Diponegoro yang sebagain telah dibongkar. Setelah itu warga merobohkan gapura di ujung Jalan Diponegoro.
Warga kemudian berkumpul di dekat Kantor Kecamatan Bulus Pesantren, tiba-tiba sekitar 50-an prajurit TNI dengan bersenjata laras panjang menyerang warga. "Kami tidak mengira kalau TNI akan melepaskan tembakan," katanya.
Kepala Desa Setrojenar, Surip Jenar yang juga menjadi korban luka tembak, mengatakan, saat kejadian dirinya sedang menanam padi di sawah di sebelah selatan Markas Dislitbang TNI AD.
"Waktu menanam padi tiba-tiba terdengar suara tembakan berkali-kali dari arah utara, beberapa waktu kemudian datang puluhan prajurit TNI mengeluarkan tembakan ke arah kami. Waktu itu ada seorang prajurit yang mengatakan bahwa saya provokator," katanya.
Padahal, katanya, selama ini pihaknya selalu mengimbau masyarakat untuk tidak berbuat anarkis. "Selain menembak, mereka juga memukul dan menginjak saya. Kami sangat menyayangkan tindakan aparat TNI, mereka telah menginjak-injak tanaman padi kami dan melakukan tembakan di depan ibu-ibu yang sedang menanam padi," katanya.
Sengketa
Selama ini TNI AD menggunakan kawasan Urut Sewu untuk latihan militer, termasuk di daerah Pantai Bocor sepanjang 500 meter dari garis air laut. Namun, warga mengklaim berdasarkan aturan tanah negara itu sepanjang 220 meter dari garis air laut.
Upaya penyelesaian sengketa tanah tersebut telah dilakukan beberapa kali pertemuan antara warga dengan Dislitbang, namun selalu tidak membuahkan hasil.
Kepala Perwakilan Lapang Dislitbang TNI AD, Mayor Inf Kusmayadi mengaku sering melakukan musyawarah untuk menyelesaikan kasus tanah tersebut dengan warga, namun tidak ada titik temu. Kusmayadi yang menjabat Kepala Perwakilan lapang Dislitbang sejak Juli 2008 tersebut pada awalnya akrab dengan masyarakat sekitar, namun mulai Juni 2009 merasa selalu ditekan warga.
"Kami merasa diisolir, tidak pernah mendapat undangan dalam kegiatan masyarakat. Kami juga ditekan secara psikologis, masyarakat yang semula akrab dengan saya kemudian menjauh. Kelihatannya memang ada yang menggiring hal tersebut," katanya.
Menurut dia, selama ini TNI cukup sabar menghadapi masyarakat karena TNI juga berasal dari rakyat. "Selama ini masyarakat bebas menanami berbagai tanaman hortikultura bahkan membangun tempat parkir dan gapura di kawasan Pantai Bocor yang masuk kawasan latihan militer, kami juga tidak mempermasalahkannya setelah mendapat izin dari pimpinan," katanya.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Irjen Pol Edward Aritonang menyatakan, kondisi Desa Setrojenar kembali normal setelah terjadi bentrok antara personel TNI AD dengan warga. "Situasi kembali membaik dan untuk menjaga keamanan dilakukan patroli gabungan antara Polri dan TNI," katanya.
Aktivitas warga di sekitar Pantai Bocor juga berjalan seperti biasa, masyarakat bebas berkunjung untuk menikmati keindahan pantai, sejumlah masyarakat terlihat mencari rumput di kawasan latihan militer. Kapolda mengimbau kepada masyarakat agar tidak terpengaruh informasi yang tidak jelas sumbernya.
Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: Antara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar